
Pemimpin Hebat Rela Mengorbankan Kepentingan Pribadi Demi Orang yang Dipim
Semarang, kota-semarang.kpu.go.id - Nadia Ardiwinata, Host Panggung Diskusi Civil Society mengemukakan bahwa Pemimpin sejati, katanya, selalu peduli atas anak buah yang dipimpinnya.
Tidak hanya itu, Nadia juga mengungkapkan, tidak ada nilai yang lebih hebat daripada pemimpin yang bersedia mengorbankan kepentingannya pribadi demi orang-orang yang dipimpinnya.
Hal tersebut diucapkannya kala membuka diskusi Civil Society, dengan tajuk Leader Eat Last di Hotel @HOM Semarang, Selasa (19/7).
Acara yang dihadiri oleh Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Semarang, Ahmad Zaini dan Hery Abrianto tersebut digagas oleh Radio Idola Semarang. Selain diisi oleh Host Nadia Ardiwinata, Diskusi Civil Society: Leader Eat Last itu juga diikuti oleh Hendrar Prihadi (Walikota Semarang), Billy Dahlan (Presdir PT Dafam Property Indonesia), Ferdinand Hendrarto (Rektor Unika), dan Harjanto Halim (CEO Marimas Putra Kencana) sebagai narasumber.
Ketiga narasumber tersebut memiliki pandangan serupa dengan Nadia mengenai konsep kepemimpinan. Hendi (Sapaan Hendrar Prihadi) dalam perannya sebagai Walikota Semarang menjelaskan, pemimpin yang baik adalah seorang yang dapat menggerakkan sebuah tim menjadi lebih kompak dalam bekerjasama menyelesaikan persoalan.
“Seorang walikota adalah provokator super team supaya mereka bisa bekerja total, bagus, dan kompak karena kita bekerja bersama,” ujar Hendi.
Oleh sebab itu, menurut Hendi, dalam memimpin Kota Semarang tidak diperlukan superman, tidak perlu walikota dan wakil walikota yang hebat, tetapi lebih membutuhkan support tim yang optimal.
Selain itu Hendi juga menegaskan bahwa, seorang pemimpin harus mampu melindungi anak buahnya, menciptakan rasa aman, nyaman, sekaligus bersikap sederhana, serta mampu menyesuaikan dengan keadaan personil yang dipimpinnya.
Sementara itu, Haryanto Halim menjelaskan, seorang pemimpin setidaknya perlu memiliki sikap yang mencerminkan integritas, empati, serta dapat memberikan rasa nyaman bagi personil yang dipimpinnya.
“Pemimpin dalam menghadapi pekerjaan perlu dilakukan dengan sepehuh hati dan dengan happy, sehingga memberi rasa nyaman, bukan sekedar pencitraan,” tandasnya.
Menurut Billy Dahlan, dalam buku Leader Eat Last karya Simon Sinek, dapat memberikan sudut pandang lain mengenai kepemimpinan, bahwa pemimpin harus bisa menyesuaikan keadaan. Jika gagal melakukan hal itu, Billy mengatakan akan ada efek buruk bagi seorang pemimpin, diantaranya kehilangan lokalitas, muncul sikap masa bodoh, dan hilangnya rasa aman dan nyaman dari orang yang dipimpin.
Dalam perspektif keilmuan, Ferdinand Hendrarto mengatakan, untuk menjadi pemimpin yang baik, selain dibutuhkan ilmu pengetahuan, seseorang pemimpin juga memerlukan menunjukkan integritas moral kepribadian.
"Dua hal ini adalah kunci yang akan mengantarkan pada penggemblengan anak muda menjadi pemimpin yang baik dimanapun ia berkarya," ujar Ferdinand. (dr/ed. Foto: dr/KPU Kota Semarang)